BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wayang kulit adalah salah satu jenis wayang yang terbuat dari kulit hewan. Wayang jenis ini telah lama dikenal di negara kita, terutama pertunjukannya. Dalam bentuk yang asli dengan bentuk peralatan yang serba sederhana dipastikan berasal dari Indonesia dan diciptakan oleh bangsa Indonesia. Diantara pertunjukan wayang tersebut, wayang kulit yang paling utama dan yang masih terdapat sampai saat ini adalah Wayang Kulit Purwa dari Jawa Tengah, disamping Wayang Golek Purwa dari Jawa Barat. Kata Purwa dalam pengertian tersebut menunjukkan bahwa pertunjukan wayang tersebut mementaskan cerita-cerita Ramayana dan Mahabarata. Meskipun wayang kulit purwa telah lama dikenal, ternyata tidak menjauhkan jarak dengan para penggemarnya, bahkan sebaliknya. Tidak mustahil bila setiap tokoh dalam kedua cerita dikenal oleh pecintanya dengan baik, terutama tokoh-tokoh penting seperti Sri Batara dari Mahabarata dan Kera Anoman dari Ramayana.
Pada mulanya wayang berfungsi sebagai pelengkap dalam upacara keagamaan. Sejalan dengan perkembangannya, fungsi ini pun kini makin berkembang tanpa meninggalkan hal-hal yang masih dianggap sakral. Pertunjukan wayang kulit yang masih bersifat keramat masih sering didapatkan pada saat ini. Dalam upacara ruwatan (upacara khusus biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa), pasti digelar pertunjukan wayang kulit dengan cerita khusus. Pertunjukan seperti ini lebih bersifat kramat daripada unsur hiburan. Kecuali itu, pertunjukan wayang kulit tak lepas pula dari penyiaran misi-misi tertentu, seperti misi dakwah, penerangan bahkan pesan-pesan pembangunan.
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan ini agar dapat terfokuskan dengan pokok permasalahan, maka penulis mengambil beberapa wacana yang berkaitan dengan itu. Inti dari permasalahan yang akan diangkat oleh penulis meliputi adalah sebagai berikut.
1. Pengertian wayang?
2. Sejak kapan wayang itu ada?
3. Jenis-jenis wayang?
4. Mengapa wayang kulit populer dalam masyarakat Jawa?
C. Tujuan Penulisan
Wayang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Akan tetapi kebanyakan masyarakat hanya tahu istilah wayang tersebut. Dalam makalah ini penulis ingin menyampaikan kepada pembaca tentang apa dan bagaimana wayang itu. Adapun tujuan penulisan ini sebagai berikut.
1. Agar pembaca mengerti dan memahami tentang wayang.
2. Agar pembaca mengetahui sejak kapan wayang itu ada.
3. Pembaca mengerti jenis-jenis wayang yang ada di Pulau Jawa.
4. Pembaca mengerti jenis wayang yang populer di dalam masyarakat Jawa.
BAB II
TINJAUAN TENTANG ASAL-USUL
WAYANG KULIT
A. Pengertian Wayang
Kata wayang dapat diartikan sebagai gambar atau tiruan manusia yang terbuat dari kulit, kayu, dan sebagainya untuk mempertunjukkan sesuatu lakon (cerita). Lakon tersebut diceritakan oleh seseorang yang disebut dhalang. Arti lain dari kata wayang adalah ayang-ayang (bayangan), karena yang dilihat adalah bayangan dalam kelir (tabir). Di samping itu ada yang mengartikan bayangan angan-angan, yang menggambarkan perilaku nenek moyang atau orang yang terdahulu dalam angan-angan. Oleh karena itu menciptakan segala bentuk apa saja pada wayang disesuaikan dengan perilaku tokoh yang dibayangkan dalam angan-angan. Misalnya orang yang baik, digambarkan badannya kurus, muka tajam, dan seterusnya, sedangkan orang yang jahat bentuk mulutnya lebar, mukanya lebar, dan seterusnya. Selanjutnya arti kata wayang menurut Pigeaud via Zarkasi Effendy (1977: 21)
1. Boneka yang dipertunjukkan (wayang itu sendiri).
2. Pertunjukan yang dihidangkan dalam berbagai bentuk, terutama yang mengandung pelajaran (wejangan), yaitu wayang purwa atau wayang kulit, yang diiringi dengan teratur oleh gamelan (instrumen slendro).
Gb. 1.ArjunaWijaya Gb. 2.Arimuka
Gambar 1. Menggambarkan karakter orang baik.
Gambar 2. Menggambarkan karakter orang jahat.
RM. Ismunandar K (1985:29) menjelaskan bahwa kata wayang berasal dari bahasa Jawa krama-ngoko (halus-kasar) yang artinya sebagai berikut.
1. Perwajahan yang terdiri dari barang yang terkena cahaya.
2. Tiruan orang-orangan yang dibuat dari belulang, kertas, dan kayu untuk membentuk sebuah cerita.
3. Cerita yang terdiri dari tiruan orang-orangan yang dihias dan dipakai sebagai alat pertunjukan.
4. Orang yang bertindak hanya sebagai alat (segala gerak-gerik diatur oleh orang lain).
5. Daging yang terdapat di leher (misalnya leher sapi).
6. Nama wuku yang ke-2.
Menurut Sri Mulyono (1978:9) kata wayang dalam bahasa Jawa berarti bayangan, dalam bahasa Melayu disebut bayang-bayang, dalam bahasa Aceh bayeng, dalam bahasa Bugis wayang atau bayang, sedangkan dalam bahasa Bikol kata bayang berarti bayang, yaitu apa yang dapat dilihat dengan nyata. Selanjutnya disebutkan bahwa akar kata wayang adalah yang. Akar kata ini bervariasi dengan yung, dan yong, yang antara lain terdapat dalam kata layang - terbang, dhoyong - miring, tidak stabil, royong - selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain, poyang-payingan - berjalan sempoyongan, tak tenang, dan sebagainya. Dengan membandingkan berbagai pengertian dari akar kata yang beserta variasinya, dapatlah dikemukakan bahwa kata dasarnya berarti tidak stabil, tidak pasti, tidak tenang, terbang, bergerak kian kemari. Awalan wa dalam bahasa modern tidak berfungsi. Jadi dalam bahasa Jawa, wayang mengandung pengertian berjalan kian kemari, tidak tetap, sayup-sayup (bagi substansi bayang-bayang).
Dari penuturan di atas dapat disimpulkan bahwa wayang diartikan sebagai kata yang berasil dari bahasa Jawa, yang sama artinya dengan bayangan (ayang-ayang, Jawa), walaupun terdapat pula arti lain. Dengan demikian jelas arti wayang lebih cenderung pada pertunjukan wayang itu sendiri.
B. Timbulnya Wayang Kulit
Telah banyak ahli di bidangnya masing-masing menguraikan penelitiannya tentang sejarah timbulnya wayang. Sebuah analisis menyebutkan bahwa wayang bermula dari relief candi. Agar dapat dibawa ke mana-mana dan dikisahkan atau dipertunjukkan bentuk-bentuk pada relief itu dikutip dalam bentuk gambar yang dapat digulung. Analisis tersebut didukung oleh kenyataan bahwa memang banyak candi yang memuat relief cerita wayang. MisaInya candi Prambanan (dekat Yogyakarta), candi Penataran (Blitar), candi Jago di desa Tumpang, Malang, Jawa Timur. Terutama pada candi Jago terdapat bentuk stilasi tokoh-tokoh dalam relief yang mirip sekali dengan wayang di Bali. Pendukung lain analisis ini menunjukkan masih adanya sisa-sisa wayang gulungan kertas yang kemudian dikenal dengan sebutan wayang Beber di Wonosari, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pacitan, Jawa Timur.
Untuk melengkapi tinjauan ini, kiranya ada baiknya penulis kutipkan pendapat Padmosoekotjo tentang sejarah wayang, sebagai berikut.
Sejarahe wayang warna-warna
1. Sinarkara ing taun Masehi, sangang atus telung puluh sanga (939 M), Sri Jayabaya kaswareng, nata Kediri kasub, yang murwani ayasa ringgit, wayang purwa sing rontal, ing tembe binangun, Raden Panji ing Jenggala, duk ing taun rolas atus dwi dasa tri (1223 M), slendro ponang pradangga.
2. Sinulukan nganggo tembang Kawi, masih abebakal saka rontal, Kudalaleyan Pamase, ya Lembuamiluhur, Pejajaran putra Sang Aji, ayasa wayang dluwang, amarengi taun, rolas atus patang pulah pat (1244 M), pamburine Jakasuruh Majapahit, kala angkaning warsa.
3. Rolas atus astha dasa lan tri (1283 M), yasa wayang abebakal dluwang, ingaranan wayang beber, pradangga slendro wuwuh, rebab prapteng kalane warsi, sewu tlung atus juga, (1301 M) putra sang aprabu, Brawijaya kang kapisan, yekang asma Sungging Prabangkara wasis, kasmaran mulas wayang.
4. Wektu iku wayang wiwit, mawa tanceban kacrita, prapta ing jaman kuwalen, Raden Patah nateng Demak, karsa ayasa wayang, taun sewu patang atus, telung puluh Iuwih sapta (1437 M).
5. Jinurungan para wali, Sunan Giri sung sumbangan wanara anetro loro, Bonang sung ricikan, dene sang Kalijaga kangyasa kekliripun, panggan salendro pradangga.
6. Taun patblas atus luwih, patang puluh telu kocap (1443 M) Raden Petah Demak biyen, karsa ayasa Gunungan, wayang sampurna, wayang purwa saya kombul, dene wayang beber kawuntat.
7. Sultan Trenggana ing Demak, yasa wayang tinatah ponang rai, taun sewu patang atus, lan sapta dasa sapta (1447 M), duk ing taun patblas atus wolung puluh (1480 M), ayasa kidang hancana, rinengga prada rinukmi.
8. Tumeka angkaning warsa, patblas atus wolung puluh lima (1485 M) nuli, Sunan Girilaya iku, yasa wayang ingaran, wayang gedhog pradangga pelog kasebut, tanpa danawa wanara, mirid lakon Raden Panji.
9. Let sawarsa Sunan Bonang, yasa wayang beber-gedhog akanthi, tinabuhan trebang-angklung, iku karak kethiprak, prapteng taun limalas atus Ian telu (1503 M), Jakatingkir mbangun wayang, mawa kampuh clana komplit.
10. Amarengi Ian pepakem Mijil, pakem warna loro, wayang purwa atanapi golek, wayang mawa gegamaning jurit, limalas atus lwih, lima ponang taun (1505 M).
11. Tuwuh wayang golek tanpa kelir, gamelane slendro, Sunan Kudus sing yasa jarene, kocap Panembahan Senopati, mbangun wayang mawi, tatahan pinunjul.
12. Iku taun limang atus luwih, patangpuluh sitok (1541 M), nuli elet sawlas warsa maneh, Den Mas Jolang mbangun angowahi, tangan iras dadi, sopakan sinambung.
13. Sang Srinata ing Mataram, Sultan Agung kang anganggit, wanda wayang sawlas warna, wewijine siji-siji, Baladewa narpati, wanda geger sinebut, wanda gendreh Sri Kresna, wanda mangu Sang Jahnawi, wanda rangkung Kusuma Wara Sumbadra.
14. Wanda jangkung Suyudana, wanda golek Dewi Tari, wanda brebes Badranaya, Wrekudara warda mirnis, dene Bagorg den arani, wanda gilut lamun Petruk, wanda jlegong ing aran, ratu buta den arani, wanda barong wayang krucil kacarita.
Gb.3.Werkudara Gb. 4.Dewi Tari Gb. 5. Bagong
Dari sebagian kutipan tersebut di atas secara ringkas dapat dijelaskan bahwa yang pertama kali memiliki wayang purwa adalah Sri Jayabaya, raja Kediri pada tahun 939 M. Wayang tersebut dibuat dari daun tal dan selanjutnya pada tahun 1223 M dikembangkan oleh Raden Panji di Jenggala. Pada tahun 1283 M Raden Jaka susuruh di Majapahit menciptakan wayang dari kertas yang dikenal dengan nama wayang beber. Pada tahun 1301 M salah seorang putra Prabu Brawijaya I yang bernama Sungging Prabangkara, yang pandai menggambar, oleh Sang Prabu ditugaskan menggambar bentuk dan corak wayang beber dengan aneka warna sesuai dengan adegannya.
Setelah Kerajaan Majapahit runtuh dan kemudian pemerintahan berpindah ke Demak, pada tahun 1437 M Raden Patah sebagai raja mulai menciptakan wayang yang dibantu oleh para wali. Sunan Giri membantu mencipta wayang kera dengan dua mata. Sunan Bonang mencipta wayang ricikan. Sunan Kalijaga menciptakan kelir (layar pertunjukan) beserta perlengkapannya. Pada tahun 1443 M Raden Fatah mencipta wayang gunungan.
Gb. 6 Anoman sebagai contoh wayang kera
Menurut Hazeu dan Mangkudimeja (1974:66), pada tahun 1443 M atas usul Sunan Kalijaga, tiap tokoh dibuat menjadi satu wayang dari bahan kulit kambing. Masing-masing wayang dijepit, dengan pangkal batang penjepit sebagai pegangan bagi dalang, dan dapat ditancapkan pula pada batang pisang. Tangan wayang belum dipisahkan dari badan, masih menjadi satu dengan badan. Sultan Trenggana pada tahun 1447 M membuat wayang purwa dan menatah bagian mulut, mata serta telinga.
GHJ Hazeu dan R.M. Mangkudimeja menyebutkan bahwa pada tahun 1480 M ketika Susuhunan Ratu Tunggul di Giri mewakili raja Demak juga membuat wayang purwa dari kulit. Wujudnya diperkecil, kemudian dinamakan wayang kidang kencanan. Wayang perempuan diberi perlengkapan anting-anting, kroncong, dan sebagainya, sedangkan wayang laki-laki ada yang dikondhe (diikal) rambutnya, ada pula yang tidak. Perkembangan tersebut berjalan terus, sampai pada tahun 1541 M Raden Mas Jolang (raja Mataram 11) membuat wayang dengan tangan dipisah dari badan tetapi dikaitkan sedemikian rupa dengan bahu sehingga dapat digerakkan.
C. Jenis Wayang
Selain wayang beber dan wayang kulit, terdapat pula macam atau jenis wayang yang lain. Di Indonesia, terutama di Pulau Jawa terdapat kira-kira 40 jenis wayang yang dapat digoolong-golongkan menurut cerita yang dibawakannya, bahan baku untuk membuatnya ataupun cara mementaskannya, namun lebih dari separo jumlah tersebut sekarang tidak dipertunjukkan lagi, bahkan beberapa diantaranya sudah punah. Mengenai jenis wayang ini, menurut Padmosoekotjo (1988:10) sebagai berikut.
Pertunjukan dengan iringan tarian yang paling digemari oleh suku bangsa Jawa ialah wayang. Ada tujuh jenis wayang, yaitu sebagai berikut.
1. Wayang beber, dipertunjukkan dengan cara menggelar wayang tersebut. Terbuat dari selembar kain dengan adegan tertentu. Ceritanya, misalnya Jaka Kembang Kuning.
2. Wayang purwa, berdasarkan cerita dari buku Mahabarata, Ramayana dan Kresnayana. Wayang purwa inilah yang paling disenangi oleh suku bangsa Jawa. Wayang purwa ada yang terbuat dari kulit (disebut wayang kulit purwa), ada juga yang dibuat dari kayu (disebut wayang golek purwa) yang dipertunjukkan di daerah Sunda atau Jawa Barat.
3. Wayang madya, seperti wayang purwa namun ceritanya mulaidari Prabu Gendrayana di Astina sampai Lembusubrata di Majapura, yaitu setelah Prabu Parikesit (raja terakhir di Astina dalam wayang purwa). Wayang ini terbuat dari kulit.
4. Wayang gedhog juga sering disebut wayang wasana menceritakan Lembusubrata sampai Panji Kudalaicyan di Pajaiaran. Ceritanya yang terkenal ialah cerita Panji Putra di Jenggala. Cerita-cerita merupakan lanjutan cerita dalam wayang madya. Terbuat dari kayu dalam bentuk dua dimensi, tapi ada pula yang terbuat dari kulit.
5. Wayang klithik atau wayang krucil, menceritakan zaman Pejajaran sampai zaman Majapahit pada masa Prabu Brawijaya. Cerita yang terkenal adalah Damarwulan - Menakjingga. Terbuat dari kayu dalam bentuk dua dimensi, tetapi tangannya biasa terbuat dari kulit yang tebal. Wayang khthik tidak memerlukan gapit (tangkai dan penjepit wayang) seperti wayang kulit.
6. Wayang golek, menceritakan Raja Menak (Prabu Jayengrana) dari Arab. Terbuat dari kayu dalam bentuk tiga dimensi. Di Jawa Barat (Sunda) terdapat juga wayang golek dengan cerita seperti wayang purwa, sehingga disebut wayang golek purwa Wayang golek dengan cerita tentang raja-raja Arab disebut wayang golek menak.
7. Wayang suluh, timbulnya setelah Indonesia merdeka (1946).Ceritanya mengenai negeri ini, dimaksudkan untuk membangkitkan semangat rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan. Terbuat dari kulit dengan jumlah 22 buah setiap set. Ukurannya relatif pendek, sekitar 33-45 cm tingginya. Tokoh yang dibuat merupakan gambar manusia dengan kedudukan yang berbeda, misalnya petani, pedagang, kaum ningrat dan rakyat jelata.
Sebenarnya masih banyak lagi jenis wayang yang lain, misalnya wayang wong (wayang orang). Wayang wong ceritanya sama dengan wayang kulit purna. Wayang wong dibangun di Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwono I dan di Surakarta dibangun oleh Pangeran Adipati Mangkunegoro. Jenis lain, misalnyawayang wahyu. Wayang ini mengisahkan Yesus Kristus, terbuat dari kulit. Wayang kancil tersebut terbuat dari kulit juga dengan tokoh binatang hutan. Dipentaskan untuk anak-anak kecil dan ceritanya tentang kecerdikan kancil dibanding binatang, lain.
Di antara jenis wayang yang ada, yang populer sampai sekarang adalah wayang kulit purwa. Menurut Sri Mulyono (1978:29) popularitas ini antara lain disebabkan oleh.
1. Umur. Menurut beberapa ahli, wayang purwa telah dipertunjukkan sejak abad ke-7 Masehi.
2. Perlindungan. Wayang kulit purwa selalu mendapat perlindungan dari orang-orang yang berkedudukan tinggi dalam masyarakat Jawa (misalnya raja, bupati, saudagar kaya dan sebagainya).
3. Menyenangkan. Terdapat beberapa aspek dalam pertunjukan wayang kulit purwa. Aspek tersebut mencakup aspek hiburan budaya, media, massa, pendidikan, propaganda/ media penerangan, pengejawantahan filsafat (pandangan hidup), seni rupa dan lain-lain, bahkan ada yang menganggap sebagai upacara suci (ritual).
Berkaitan dengan hal tersebut almarhum Sri Mulyono menyatakan bahwa wayang kulit adalah kesenian yang tinggi martabatnya, bahkan merupakan kesenian klassik tradisional yang adiluhung. Karena itu perlulah melestarikan wayang kulit, jangan sampai hilang dari pengetahuan generasi muda, apalagi sampai terkalahkan oleh budaya atau kesenian asing yang nilainya belum tentu lebih baik dibandingkan dengan wayang kulit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wayang mempunyai arti gambar atau tiruan manusia yang terbuat dari kayu, kulit, dan sebagainya dan digunakan untuk mempertunjukkan suatu lakon (cerita). Lakon tersebut diceritakan oleh seorang dalang.
Berkaitan dengan asal usul wayang secara ringkas dapat dijelaskan bahwa yang pertama kali memiliki wayang purwa adalah Sri Jayabaya, raja Kediri pada tahun 939 M. wayang tersebut terbuat dari daun tal. Kemudian pada tahun 1223 M dikembangkan Raden Panji di Jenggala. Pada tahun 1283 M menciptakan wayang dari kertas yang disebut wayang beber. Perkembangan tersebut berjalan terus, sampai pada tahun 1541 raja Mataram II membuat wayang dengan tangan dipisah dari badan sehingga dapat digerakkan.
Kemudian untuk jenis wayang di Indonesia terutama pula Jawa, terdapat kira-kira 40 jenis yang digolongkan menurut cerita yang dibawakan, bahan baku untuk membuat ataupun cara mementaskannya. Namun lebih dari setengah jumlah tersebut sudah tidak dipentaskan lagi, bahkan beberapa diantaranya sudah punah.
Diantara wayang yang ada, yang populer sampai sekarang adalah wayang kulit purwa. Popularitas ini antara lain disebabkan oleH.
1. Wayang Purwa telah dipertunjukkan sejak abad ke-7 M.
2. Wayang kulit selalu mendapatkan perlindungan dari orang yang berkedudukan tinggi dalam masyarakat Jawa (misal raja, saudagar kaya dan sebagainya)
3. Terdapat beberapa aspek dalam pertunjukan wayang tersebut, yaitu aspek hiburan, budaya, media massa, pendidikan, filsafat, seni rupa dan lai-lain, bahkan ada yang menganggap sebagai upacara suci (ritual).
B. Saran
Dari tulisan ini penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat lebih memahami tentang wayang, khususnya wayang kulit. Penulis juga mengharapkan agar setelah membaca makalah ini, pembaca lebih mencintai dan melestarikan budaya yang adiluhung khususnya wayang kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Z.H. Unsur Islam dalam Pewayangan, Bandung, PT. Al Ma’arif, 1977.
Ismunandar, K.R.M. Wayang Asal-usul dan Jenisnya, Semarang, Dahara Prize, 1985.
Mulyono Sri, Wayang, Asal-usul dan Masa Depannya, Jakarta, Gunung Agung, 1978.