Jumat, 24 Desember 2010

sejedewe

NAMA : ENDRI TRIYATNO
PRODI : PGSD / IIIA
NIM : 29015009

PERBANDINGAN MAKNA IMBUHAN DALAM
BAHASA INDONESIA

A. Ater-ater
a. Ater-ater a- mempunyai kesamaan dengan ber atau meng.
Contoh :
- Asipat bermakna bersifat (mempunyai sifat)
- Adu bermakna mengadu (melakukan perbuatan)
b. Ater-ater ma- mempunyai kesamaan makna dengan ber- atau me-
Contoh :
- Malumpat sama dengan melompat yang bermakna melakukan
- Maguru sama dengan berguru yang bermakna
c. Ater-ater sa- mempunyai kesamaan makna dengan se
Contoh :
- Sagunung sama dengan segunung
Yang bermakna seperti
- Sakamar sama dengan sekamar
Yang bermakna menjadi satu
- Sameter sama dengan semester
Yang bermakna menyatakan suatu ukuran
d. Ater-ater ka- mempunyai kesamaan makna dengan kea tau di
Contoh :
- Kapisan sama dengan kesatu
Yang bermakna menyatakan urutan
- Ka obong sama dengan di bakar
Yang bermakna orang yang di-
e. Ater-ater ke- mempunyai kesamaan makna dengan ter
Contoh :
- Ketendang sama dengan tertendang
- Kejupuk sama dengan terambil
Yang bermakna berbuatan tidak disengaja
f. Ater-ater pa atau pe mempunyai kesamaan makna dengan pe (orang yang di)
Contoh : panulis sama dengan penulis.
- Bermakna cara.
Contoh : panulise
- Bermakna pe – an (menyatakan tempat)
Contoh : pakuburan sama dengan pemakaman
- Bermakna pe (menyatakan alat untuk ….)
Contoh : pengethok sama dengan pemotong
g. Ater-ater ny- mempunyai kesamaan dengan meny atau meng
Yang bermakna orang yang
Contoh : nyembah sama dengan menyembah
Nyokot sama dengan menggigit
h. Ater-ater di- mempunyai kesamaan makna dengan di- membentuk kata kerja aktif (tembung kriya tanduk)
Contoh : - Diwaca sama dengan dibaca
- Didaun sama dengan dibagi
i. Ater-ater dak- lan- kok di dalam bahasa Indonesia merupakan kata ganti orang.
Contoh : - Dak gawa sama dengan ku bawa
- Dak cokot sama dengan ku gigit
Merupakan kata ganti orang I kok
- Kok jupuk sama dengan kau ambil
- Kok waca sama dengan kau baca
Yang merupakan kata ganti orang ke II
B. Seselan (sisipan)
Seselan el dan er bermakna :
- Banyak contoh trambal, trotol, tinata
- Menyatakan intensitas atau frekuensi
Contoh : gemetar, crekot, kemerincing
- Menyatakan sifat yang disebut dalam kata dasarnya.
Contoh : temurun, telapak, geleger, ginaris,remesik
Menyatakan sedang enaknya untuk di
Contoh : remujak,

C. Panambang (akhiran)
a. Panambang i
- Menyebabkan suatu jadi
Contoh : nduweni, nulisi, nukoni.
- Menyatakan intensitas (dilakukan berulang-ulang)
Contoh : mentungi, nembaki, njiwiti.
b. Panambang a.
- Mengandung arti perintak.
Contoh : balia, lungguha, turua.
- Menyatakan keadaan
Contoh : banjira, cilika
c. Panambang an
- Menyatakan alat
Contoh : timbangan
- Menyatakan tempat
Contoh : kuburan, bolongan
- Menyatakan hal atau cara
Contoh : didikan, pimpinan
- Menyatakan sesuatu yang di
Contoh : catetan, kongkonan


- Menyatakan kumpulan
Contoh : janganan
- Menyatakan mempunyai sifat
Contoh : apikan, asinan
- Menyatakan menyerupai
Contoh : pasaran, jaran-jaranan
- Menyatakan tiap-tiap
Contoh : dinan, minggon, neton
d. Panambang – ana mempunyai kesamaan dengan kan
Secara umum mengandung arti perintah.
Contoh : siramana, babadana, warahana
e. Penambang ake mempunyai kesamaan kan yaitu secara umum mengandung arti perintah. Contoh kalungke, benerke, kethoke.
f. Panambang e- mempunyai kesamaan dengan nya- yang bermakna kepunyaan.
Contoh : Sikile sama dengan kakinya
Buntute sama dengan ekornya
Cucuke sama dengan paruhnya
Brengose sama dengan kumisnya
g. Panambang ku- menyatakan kepunyaan atau milik orang I.
Contoh : Babonku babon punya aku
Rambutku rambut punya aku
Omahku omah punya aku
h. Panambang mu- menyatakan kata ganti kepunyaan atau milik orang ke II.
Contoh : Bukumu buku punya kamu
Hidungmu hidung punya kamu
Lambemu lambe punya kamu




Senin, 18 Januari 2010

tentang aku

NAMA : ENDRI TRIYATNO
NIM : 29 015 009
PRODI : PGSD KELAS A
FAKULTAS : KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA


KELAHIRAN BANTUL,29 SEPTEMBER 1981.ALAMAT: PRANCAK GLONDONG PG HARJO SEWON BANTUL.
.PERNAH KULIAH DI ISI YOGYAKARTA TAHUN 2001-2004.SAAT ITU MENGABIL JURUSAN SENI PEDALANGAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN.TETAPI BELUM SEMPAT LULUS AKU SUDAH KABUR DULUAN.

BERJIWA BESAR

Ada mukjizat dalam berpikir besar.akan tetapi begitu mudah kita melupakanya.ketika andamengalami kesulitan, anda berpikir anda akan menyusut ukuranya.dan bila ini terjad maka anda kalah.ORANG KECIL BERUSAHA MENJATUHKAN ANDA.BERUSAHALAH BERPIKIR BESAR.AGAR ANDA TETAP TEGAR .ADA 3 HAL YANG PERLU DIINGAT,1,ANDA MENANG KETIKA ANDA MELAWAN ORANG PICIK.MELAWAN ORANG KECIL MEMBUAT ANDA SAMA DENGAN MEREKA.TETAPLAH BESAR. 2).HARAPLAH ANDA DISERANG SECARA SEMBUNYI_SEMBUNYI.INI ADALAH BUKTI BAHWA ANDA BERTUMBUH.3).INGATKAN DIRI ANDA BAHWA PENEMBAK GELAP SEBENARNYA ORANG YANG SAKIT PSIKOLOGIS.JADILAH BESAR.KASIHANILAH MEREKA.




"ORANG BIJAKSANA AKAN MENJADI MAJIKAN DARI PIKIRANYA,ORANG YANG BODOH AKAN MENJADI BUDAKNYA"


MEDIA PEMBELAJARAN

1. Hakekat Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah suatu kondisi untuk membuat siswa melakukan suatu kegiatan belajar. Pada dasarnya media pembelajaran adalah alat untuk sarana yang digunakan sebagai pelengkap dalam proses belajar mengajar. Media pembelajaran ini dapat berupa alat peraga media seperti media cetak, tronik.
Media pembelajaran ini dapat berfungsi sebagai sarana pendukung ataupun pelengkap sebagai penyampai pesan untuk memberikan informasi pada para peserta didik agar didalam proses belajar dapat tercapai dengan maksimal.
2. Media pembelajaran yang dilakukan di lingkungan lembaga sekolah sudah diusahakan secara maksimal, adanya alat-alat peraga yang digunakan dalam setiap mata pelajaran yang disampaikan. Seperti diketahui bahwa alat peraga merupakan salah satu penunjang atau suatu alat yang digunakan sebagai media pembelajaran, tidak hanya alat peraga namun bahan-bahan dari berbagai sumber pun bias digunakan sebagai media belajar mengajar. Seiring kemajuan teknologi, maka alat peraga seperti computer, OHP, proyektor sangatlah penting digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
3. Kendala-kendala Yang Dihadapi, Antara Lain :
Kurang optimalnya alat peraga yang ada, waktu yang tersedia dengan banyaknya tuntutan dari pihak sekolah serta tugas-tugas yang harus diberikan kepada siswa kadang membuat kurang optimalnya media yang disampaikan. Media tersebut disampaikan secara garis besarnya saja, tidak secara detail sehingga pemahaman anak pun kurang maksimal.
4. Lebih mengoptimalkan penggunaan laboratorium sains karena selama ini meskipun masih SD justru itulah merupakan masa-masa dimana anak harus lebih mengenal beberapa alat yang digunakan sebagai media belajar. Seperti penggunaan computer dalam penyampaian mata pelajaran tersebut sehingga anak didik akan lebih berusaha ingin tahu. Dari rasa ingin tahu tersebut akan lebih mudah memahami apa yang disampaikan oleh pengajar.

TEKNIK GAYUNG BERSAMBUT

Tugas Mata Kuliah : Metodik Khusus
Nama : Emi Paryaningsih, S.Sn
NIM : 5520081110 Angk. XX


Teknik Gayung Bersambut
- Guru membagi kelas dalam 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang.
- Setelah terbagi kemudian guru memberikan sebuah benda, misalnya bijian atau bunga.
- Setelah itu guru memberikan tugas berdiskusi untuk sebuah materi untuk didiskusikan.
- Kemudian setiap kelompok presentasi, setiap anak mengemukakan pendapatnya dengan cara saling membisikkan pendapat kepada teman.
- Setelah semua selesai mengungkap pendapat masing-masing kemudian guru memutar sebuah lagu dengan Tape Recorder. Bunga atau benda diputar di setiap kelompok, setiap musik berhenti siswa yang kedapatan bunga atau biji berkewajiban untuk menyampaikan hasil diskusi dari teman-temannya.

Tujuan :
- Memotivasi siswa untuk lebih konsentrasi dalam menerima pendapat masing-masing teman.
- Melatih siswa untuk selalu siap dalam memberikan argument.
- Melatih siswa untuk berani mengungkapkan pendapat.
- Memotivasi siswa untuk berani menjadi wakil dalam setiap diskusi.



RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : SMA Putra Bangsa
Mata Pelajaran : Seni Budaya / Seni Teater
Kelas/Semester : X/II

Standar Kompetensi : Mengekspresikan diri melalui karya seni Teater
Kompetensi Dasar : Merancang pengeluaran teater tradisional daerah setempat
Indikator :
1. Mengklasifikasikan jenis kebutuhan pergelaran teater tradisional-teater tradisional setempat.
2. Mendiskripsikan rancangan kegiatan pergelaran seni teater sesuai dengan teater tradisional.
3. Mendiskripsikan perencanaan pergelaran seni teater.
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit (2 x pertemuan)

A. Materi Pembelajaran
Pertemuan I : - Perencanaan pergelaran teater tradisional daerah setempat
- Membentuk panitia kerja
Pertemuan II : - Kelompok kerja produksi
B. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan I : - Mendiskripsikan jenis kebutuhan dalam pertunjukan teater tradisional daerah setempat
- Merancang pergelaran teater tradisional daerah setempat
Pertemuan II : - membentuk panitia kerja untuk menangani pergelaran teater tradisional setempat
- Membegi kelompok kerja untuk pergelaran teater tradisional daerah setempat

C. Metode Pembelajaran
1. Diskusi
2. Informasi
3. Penugasan
4. Ceramah
5. Praktek
D. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan Pertama :
1. Pendahuluan (15 menit)
a. Guru menjelaskan perencanaan untuk menggelar sebuah karya pertunjukan teater tradisional daerah setempat.
b. Guru menjelaskan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dalam pergelaran teater tradisional daerah setempat.
2. Kegiatan Inti (60 menit)
a. Siswa bersama Guru berdiskusi untuk merancang sebuah pergelaran seni tradisional teater daerah setempat.
b. Siswa dan Guru menyusun rancangan pergelaran teater tradisional daerah setempat.
c. Siswa dan Guru merancang jenis dan kebutuhan yang diperlukan dalam pergelaran teater tradisional daerah setempat.
d. Siswa dan Guru merancang kepanitiaan yang pergelaran teater tradisional daerah setempat.
3. Kegiatan Akhir (15 menit)
a. Guru menanyakan kembali kepada siswa kesiapan untuk rancangan pergelaran teater tradisional daerah setempat.
b. Guru menugaskan kepada siswa untuk menyusun kepanitiaan serta membagi kelompok kerja produksi untuk pertemuan selanjutnya.


E. Media Pembelajaran
Koran, majalah, tabloid, televisi, internet, budaya setempat.
F. Sumber Belajar
a. Buku Teater seni budaya untuk SMA kelas X, Yayat Nursantara, Erlangga, 2002.
b. Buku Apresiasi Seni, Seni Rupa dan Seni Teater 1, Drs. Manjono, M.Sn, dkk.Yudistira 2007.
G. Penilaian
Indikator Jenis Penilaian Bentuk Penilaian Instrumen
- Mengklarifikasikan jenis kebutuhan pergelaran teater tradisional daerah setempat.
- Mendiskripsikan rancangan kegiatan pergelaran seni teater tradisional daerah setempat.
- Mendiskripsikan perencanaan pergelaran seni teater. - Performance
- Tugas Individu
- Tugas Kelompok - Pengamatan unjuk kerja kelompok
- Laporan Terlampir

H. Evaluasi (Terlampir)
Instrumen
Pembagian Kelompok Kerja
Kelompok 1. Kelompok 2. Kelompok 3.
- - -
- - -
- - -
- - -
- - -
- - -
- - -


Susunan Panitia Produksi
A. Pelindung : 1.
2.
B. Penasehat :
C. Pembimbing :
D. Pimpinan Produksi :
E. Wakil :
F. Bendahara :
G. Sekretaris :
H. Humas :
I. Dana dan Sponsor :
J. Sie acara
1. Ticketing :
K. Perlengkapan
1. Kerumahtanggaan :
2. Keamanan :
L. Tim Artistik
1. Sutradara :
2. Astrada :
3. Pemain : - -
- -
- -
4. Stage Manager :
5. Lighting :
6. Crew Stage :
7. Make-Up :
8. Setting :
9. Sound System :









SILABUS
Mata Pelajaran : Seni Budaya/Seni Teater
Kelas/Program : X/
Semester : 2
Alokasi Waktu : 10 x 45 menit
Standar Kompetensi : Mengekspresikan Diri Melalui Seni Teater
Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu Sumber, Bahan, dan Alat
2.2 Merancang pergelaran teater tradisional daerah setempat. Perencanaan pergelaran teater Tradisional daerah setempat. Dengan membentuk :
1. Panitia
2. Kelompok kerja produksi • Menyusun perencanaan pergelaran teater tradisional daerah setempat
• Menjelaskan rancangan kegiatan pergelaran seni teater sesuai dengan Teater tradisional • Mengklasifikasikan jenis kebutuhan pergelaran Teater tradisional daerah setempat
• Mendiskripsikan rancangan kegiatan pergelaran seni teater sesuai dengan teater tradisional
• Mendeskripsikan perencanaan pergelaran seni teater Jenis tagihan :
Tugas Individu
Tugas kelompok

Bentuk Tagihan :
Laporan perencanaan pergelaran 2 x 45 menit


2 x 45 menit



2 x 45 menit
Sumber :
1. Buku Teater
2. Koran
3. Majalah
4. Tabloid
5. Televisi
6. Internet
7. Budaya Setempat
Bahan :
Teks naskah atau lainnya
Alat :
Kertas, alat tulis, dll.

TUGAS MATA KULIAH

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DAN SILABUS
MATA PELAJARAN SENI DAN BUDAYA
SENI TEATER
















Disusun Oleh :
EMI PARYANINGSIH, S.Sn

NIM : 5520081110
HP : 081931771979



PROGRAM AKTA IV ANGKATAN XX
FKIP UNIVERSITAS ISLAM ASSAFI’IAH JAKARTA
2008 / 2009

MASIH TENTANG WAYANG


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wayang kulit adalah salah satu jenis wayang yang terbuat dari kulit hewan. Wayang jenis ini telah lama dikenal di negara kita, terutama pertunjukannya. Dalam bentuk yang asli dengan bentuk peralatan yang serba sederhana dipastikan berasal dari Indonesia dan diciptakan oleh bangsa Indonesia. Diantara pertunjukan wayang tersebut, wayang kulit yang paling utama dan yang masih terdapat sampai saat ini adalah Wayang Kulit Purwa dari Jawa Tengah, disamping Wayang Golek Purwa dari Jawa Barat. Kata Purwa dalam pengertian tersebut menunjukkan bahwa pertunjukan wayang tersebut mementaskan cerita-cerita Ramayana dan Mahabarata. Meskipun wayang kulit purwa telah lama dikenal, ternyata tidak menjauhkan jarak dengan para penggemarnya, bahkan sebaliknya. Tidak mustahil bila setiap tokoh dalam kedua cerita dikenal oleh pecintanya dengan baik, terutama tokoh-tokoh penting seperti Sri Batara dari Mahabarata dan Kera Anoman dari Ramayana.
Pada mulanya wayang berfungsi sebagai pelengkap dalam upacara keagamaan. Sejalan dengan perkembangannya, fungsi ini pun kini makin berkembang tanpa meninggalkan hal-hal yang masih dianggap sakral. Pertunjukan wayang kulit yang masih bersifat keramat masih sering didapatkan pada saat ini. Dalam upacara ruwatan (upacara khusus biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa), pasti digelar pertunjukan wayang kulit dengan cerita khusus. Pertunjukan seperti ini lebih bersifat kramat daripada unsur hiburan. Kecuali itu, pertunjukan wayang kulit tak lepas pula dari penyiaran misi-misi tertentu, seperti misi dakwah, penerangan bahkan pesan-pesan pembangunan.







B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan ini agar dapat terfokuskan dengan pokok permasalahan, maka penulis mengambil beberapa wacana yang berkaitan dengan itu. Inti dari permasalahan yang akan diangkat oleh penulis meliputi adalah sebagai berikut.
1. Pengertian wayang?
2. Sejak kapan wayang itu ada?
3. Jenis-jenis wayang?
4. Mengapa wayang kulit populer dalam masyarakat Jawa?

C. Tujuan Penulisan
Wayang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Akan tetapi kebanyakan masyarakat hanya tahu istilah wayang tersebut. Dalam makalah ini penulis ingin menyampaikan kepada pembaca tentang apa dan bagaimana wayang itu. Adapun tujuan penulisan ini sebagai berikut.
1. Agar pembaca mengerti dan memahami tentang wayang.
2. Agar pembaca mengetahui sejak kapan wayang itu ada.
3. Pembaca mengerti jenis-jenis wayang yang ada di Pulau Jawa.
4. Pembaca mengerti jenis wayang yang populer di dalam masyarakat Jawa.












BAB II
TINJAUAN TENTANG ASAL-USUL
WAYANG KULIT

A. Pengertian Wayang
Kata wayang dapat diartikan sebagai gambar atau tiruan manusia yang terbuat dari kulit, kayu, dan sebagainya untuk mempertunjukkan sesuatu lakon (cerita). Lakon tersebut diceritakan oleh seseorang yang disebut dhalang. Arti lain dari kata wayang adalah ayang-ayang (bayangan), karena yang dilihat adalah bayangan dalam kelir (tabir). Di samping itu ada yang mengartikan bayangan angan-angan, yang menggambarkan perilaku nenek moyang atau orang yang terdahulu dalam angan-angan. Oleh karena itu menciptakan segala bentuk apa saja pada wayang disesuaikan dengan perilaku tokoh yang dibayangkan dalam angan-angan. Misalnya orang yang baik, digambarkan badannya kurus, muka tajam, dan seterusnya, sedangkan orang yang jahat bentuk mulutnya lebar, mukanya lebar, dan seterusnya. Selanjutnya arti kata wayang menurut Pigeaud via Zarkasi Effendy (1977: 21)
1. Boneka yang dipertunjukkan (wayang itu sendiri).
2. Pertunjukan yang dihidangkan dalam berbagai bentuk, terutama yang mengandung pelajaran (wejangan), yaitu wayang purwa atau wayang kulit, yang diiringi dengan teratur oleh gamelan (instrumen slendro).




Gb. 1.ArjunaWijaya Gb. 2.Arimuka

Gambar 1. Menggambarkan karakter orang baik.
Gambar 2. Menggambarkan karakter orang jahat.

RM. Ismunandar K (1985:29) menjelaskan bahwa kata wayang berasal dari bahasa Jawa krama-ngoko (halus-kasar) yang artinya sebagai berikut.
1. Perwajahan yang terdiri dari barang yang terkena cahaya.
2. Tiruan orang-orangan yang dibuat dari belulang, kertas, dan kayu untuk membentuk sebuah cerita.
3. Cerita yang terdiri dari tiruan orang-orangan yang dihias dan dipakai sebagai alat pertunjukan.
4. Orang yang bertindak hanya sebagai alat (segala gerak-gerik diatur oleh orang lain).
5. Daging yang terdapat di leher (misalnya leher sapi).
6. Nama wuku yang ke-2.

Menurut Sri Mulyono (1978:9) kata wayang dalam bahasa Jawa berarti bayangan, dalam bahasa Melayu disebut bayang-bayang, dalam bahasa Aceh bayeng, dalam bahasa Bugis wayang atau bayang, sedangkan dalam bahasa Bikol kata bayang berarti bayang, yaitu apa yang dapat dilihat dengan nyata. Selanjutnya disebutkan bahwa akar kata wayang adalah yang. Akar kata ini bervariasi dengan yung, dan yong, yang antara lain terdapat dalam kata layang - terbang, dhoyong - miring, tidak stabil, royong - selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain, poyang-payingan - berjalan sempoyongan, tak tenang, dan sebagainya. Dengan membandingkan berbagai pengertian dari akar kata yang beserta variasinya, dapatlah dikemukakan bahwa kata dasarnya berarti tidak stabil, tidak pasti, tidak tenang, terbang, bergerak kian kemari. Awalan wa dalam bahasa modern tidak berfungsi. Jadi dalam bahasa Jawa, wayang mengandung pengertian berjalan kian kemari, tidak tetap, sayup-sayup (bagi substansi bayang-bayang).
Dari penuturan di atas dapat disimpulkan bahwa wayang diartikan sebagai kata yang berasil dari bahasa Jawa, yang sama artinya dengan bayangan (ayang-ayang, Jawa), walaupun terdapat pula arti lain. Dengan demikian jelas arti wayang lebih cenderung pada pertunjukan wayang itu sendiri.



B. Timbulnya Wayang Kulit
Telah banyak ahli di bidangnya masing-masing menguraikan penelitiannya tentang sejarah timbulnya wayang. Sebuah analisis menyebutkan bahwa wayang bermula dari relief candi. Agar dapat dibawa ke mana-mana dan dikisahkan atau dipertunjukkan bentuk-bentuk pada relief itu dikutip dalam bentuk gambar yang dapat digulung. Analisis tersebut didukung oleh kenyataan bahwa memang banyak candi yang memuat relief cerita wayang. MisaInya candi Prambanan (dekat Yogyakarta), candi Penataran (Blitar), candi Jago di desa Tumpang, Malang, Jawa Timur. Terutama pada candi Jago terdapat bentuk stilasi tokoh-tokoh dalam relief yang mirip sekali dengan wayang di Bali. Pendukung lain analisis ini menunjukkan masih adanya sisa-sisa wayang gulungan kertas yang kemudian dikenal dengan sebutan wayang Beber di Wonosari, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pacitan, Jawa Timur.
Untuk melengkapi tinjauan ini, kiranya ada baiknya penulis kutipkan pendapat Padmosoekotjo tentang sejarah wayang, sebagai berikut.
Sejarahe wayang warna-warna
1. Sinarkara ing taun Masehi, sangang atus telung puluh sanga (939 M), Sri Jayabaya kaswareng, nata Kediri kasub, yang murwani ayasa ringgit, wayang purwa sing rontal, ing tembe binangun, Raden Panji ing Jenggala, duk ing taun rolas atus dwi dasa tri (1223 M), slendro ponang pradangga.
2. Sinulukan nganggo tembang Kawi, masih abebakal saka rontal, Kudalaleyan Pamase, ya Lembuamiluhur, Pejajaran putra Sang Aji, ayasa wayang dluwang, amarengi taun, rolas atus patang pulah pat (1244 M), pamburine Jakasuruh Majapahit, kala angkaning warsa.
3. Rolas atus astha dasa lan tri (1283 M), yasa wayang abebakal dluwang, ingaranan wayang beber, pradangga slendro wuwuh, rebab prapteng kalane warsi, sewu tlung atus juga, (1301 M) putra sang aprabu, Brawijaya kang kapisan, yekang asma Sungging Prabangkara wasis, kasmaran mulas wayang.
4. Wektu iku wayang wiwit, mawa tanceban kacrita, prapta ing jaman kuwalen, Raden Patah nateng Demak, karsa ayasa wayang, taun sewu patang atus, telung puluh Iuwih sapta (1437 M).
5. Jinurungan para wali, Sunan Giri sung sumbangan wanara anetro loro, Bonang sung ricikan, dene sang Kalijaga kangyasa kekliripun, panggan salendro pradangga.
6. Taun patblas atus luwih, patang puluh telu kocap (1443 M) Raden Petah Demak biyen, karsa ayasa Gunungan, wayang sampurna, wayang purwa saya kombul, dene wayang beber kawuntat.
7. Sultan Trenggana ing Demak, yasa wayang tinatah ponang rai, taun sewu patang atus, lan sapta dasa sapta (1447 M), duk ing taun patblas atus wolung puluh (1480 M), ayasa kidang hancana, rinengga prada rinukmi.
8. Tumeka angkaning warsa, patblas atus wolung puluh lima (1485 M) nuli, Sunan Girilaya iku, yasa wayang ingaran, wayang gedhog pradangga pelog kasebut, tanpa danawa wanara, mirid lakon Raden Panji.
9. Let sawarsa Sunan Bonang, yasa wayang beber-gedhog akanthi, tinabuhan trebang-angklung, iku karak kethiprak, prapteng taun limalas atus Ian telu (1503 M), Jakatingkir mbangun wayang, mawa kampuh clana komplit.
10. Amarengi Ian pepakem Mijil, pakem warna loro, wayang purwa atanapi golek, wayang mawa gegamaning jurit, limalas atus lwih, lima ponang taun (1505 M).
11. Tuwuh wayang golek tanpa kelir, gamelane slendro, Sunan Kudus sing yasa jarene, kocap Panembahan Senopati, mbangun wayang mawi, tatahan pinunjul.
12. Iku taun limang atus luwih, patangpuluh sitok (1541 M), nuli elet sawlas warsa maneh, Den Mas Jolang mbangun angowahi, tangan iras dadi, sopakan sinambung.
13. Sang Srinata ing Mataram, Sultan Agung kang anganggit, wanda wayang sawlas warna, wewijine siji-siji, Baladewa narpati, wanda geger sinebut, wanda gendreh Sri Kresna, wanda mangu Sang Jahnawi, wanda rangkung Kusuma Wara Sumbadra.
14. Wanda jangkung Suyudana, wanda golek Dewi Tari, wanda brebes Badranaya, Wrekudara warda mirnis, dene Bagorg den arani, wanda gilut lamun Petruk, wanda jlegong ing aran, ratu buta den arani, wanda barong wayang krucil kacarita.




Gb.3.Werkudara Gb. 4.Dewi Tari Gb. 5. Bagong

Dari sebagian kutipan tersebut di atas secara ringkas dapat dijelaskan bahwa yang pertama kali memiliki wayang purwa adalah Sri Jayabaya, raja Kediri pada tahun 939 M. Wayang tersebut dibuat dari daun tal dan selanjutnya pada tahun 1223 M dikembangkan oleh Raden Panji di Jenggala. Pada tahun 1283 M Raden Jaka susuruh di Majapahit menciptakan wayang dari kertas yang dikenal dengan nama wayang beber. Pada tahun 1301 M salah seorang putra Prabu Brawijaya I yang bernama Sungging Prabangkara, yang pandai menggambar, oleh Sang Prabu ditugaskan menggambar bentuk dan corak wayang beber dengan aneka warna sesuai dengan adegannya.
Setelah Kerajaan Majapahit runtuh dan kemudian pemerintahan berpindah ke Demak, pada tahun 1437 M Raden Patah sebagai raja mulai menciptakan wayang yang dibantu oleh para wali. Sunan Giri membantu mencipta wayang kera dengan dua mata. Sunan Bonang mencipta wayang ricikan. Sunan Kalijaga menciptakan kelir (layar pertunjukan) beserta perlengkapannya. Pada tahun 1443 M Raden Fatah mencipta wayang gunungan.


Gb. 6 Anoman sebagai contoh wayang kera
Menurut Hazeu dan Mangkudimeja (1974:66), pada tahun 1443 M atas usul Sunan Kalijaga, tiap tokoh dibuat menjadi satu wayang dari bahan kulit kambing. Masing-masing wayang dijepit, dengan pangkal batang penjepit sebagai pegangan bagi dalang, dan dapat ditancapkan pula pada batang pisang. Tangan wayang belum dipisahkan dari badan, masih menjadi satu dengan badan. Sultan Trenggana pada tahun 1447 M membuat wayang purwa dan menatah bagian mulut, mata serta telinga.
GHJ Hazeu dan R.M. Mangkudimeja menyebutkan bahwa pada tahun 1480 M ketika Susuhunan Ratu Tunggul di Giri mewakili raja Demak juga membuat wayang purwa dari kulit. Wujudnya diperkecil, kemudian dinamakan wayang kidang kencanan. Wayang perempuan diberi perlengkapan anting-anting, kroncong, dan sebagainya, sedangkan wayang laki-laki ada yang dikondhe (diikal) rambutnya, ada pula yang tidak. Perkembangan tersebut berjalan terus, sampai pada tahun 1541 M Raden Mas Jolang (raja Mataram 11) membuat wayang dengan tangan dipisah dari badan tetapi dikaitkan sedemikian rupa dengan bahu sehingga dapat digerakkan.

C. Jenis Wayang
Selain wayang beber dan wayang kulit, terdapat pula macam atau jenis wayang yang lain. Di Indonesia, terutama di Pulau Jawa terdapat kira-kira 40 jenis wayang yang dapat digoolong-golongkan menurut cerita yang dibawakannya, bahan baku untuk membuatnya ataupun cara mementaskannya, namun lebih dari separo jumlah tersebut sekarang tidak dipertunjukkan lagi, bahkan beberapa diantaranya sudah punah. Mengenai jenis wayang ini, menurut Padmosoekotjo (1988:10) sebagai berikut.
Pertunjukan dengan iringan tarian yang paling digemari oleh suku bangsa Jawa ialah wayang. Ada tujuh jenis wayang, yaitu sebagai berikut.
1. Wayang beber, dipertunjukkan dengan cara menggelar wayang tersebut. Terbuat dari selembar kain dengan adegan tertentu. Ceritanya, misalnya Jaka Kembang Kuning.
2. Wayang purwa, berdasarkan cerita dari buku Mahabarata, Ramayana dan Kresnayana. Wayang purwa inilah yang paling disenangi oleh suku bangsa Jawa. Wayang purwa ada yang terbuat dari kulit (disebut wayang kulit purwa), ada juga yang dibuat dari kayu (disebut wayang golek purwa) yang dipertunjukkan di daerah Sunda atau Jawa Barat.
3. Wayang madya, seperti wayang purwa namun ceritanya mulaidari Prabu Gendrayana di Astina sampai Lembusubrata di Majapura, yaitu setelah Prabu Parikesit (raja terakhir di Astina dalam wayang purwa). Wayang ini terbuat dari kulit.
4. Wayang gedhog juga sering disebut wayang wasana menceritakan Lembusubrata sampai Panji Kudalaicyan di Pajaiaran. Ceritanya yang terkenal ialah cerita Panji Putra di Jenggala. Cerita-cerita merupakan lanjutan cerita dalam wayang madya. Terbuat dari kayu dalam bentuk dua dimensi, tapi ada pula yang terbuat dari kulit.
5. Wayang klithik atau wayang krucil, menceritakan zaman Pejajaran sampai zaman Majapahit pada masa Prabu Brawijaya. Cerita yang terkenal adalah Damarwulan - Menakjingga. Terbuat dari kayu dalam bentuk dua dimensi, tetapi tangannya biasa terbuat dari kulit yang tebal. Wayang khthik tidak memerlukan gapit (tangkai dan penjepit wayang) seperti wayang kulit.
6. Wayang golek, menceritakan Raja Menak (Prabu Jayengrana) dari Arab. Terbuat dari kayu dalam bentuk tiga dimensi. Di Jawa Barat (Sunda) terdapat juga wayang golek dengan cerita seperti wayang purwa, sehingga disebut wayang golek purwa Wayang golek dengan cerita tentang raja-raja Arab disebut wayang golek menak.
7. Wayang suluh, timbulnya setelah Indonesia merdeka (1946).Ceritanya mengenai negeri ini, dimaksudkan untuk membangkitkan semangat rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan. Terbuat dari kulit dengan jumlah 22 buah setiap set. Ukurannya relatif pendek, sekitar 33-45 cm tingginya. Tokoh yang dibuat merupakan gambar manusia dengan kedudukan yang berbeda, misalnya petani, pedagang, kaum ningrat dan rakyat jelata.

Sebenarnya masih banyak lagi jenis wayang yang lain, misalnya wayang wong (wayang orang). Wayang wong ceritanya sama dengan wayang kulit purna. Wayang wong dibangun di Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwono I dan di Surakarta dibangun oleh Pangeran Adipati Mangkunegoro. Jenis lain, misalnyawayang wahyu. Wayang ini mengisahkan Yesus Kristus, terbuat dari kulit. Wayang kancil tersebut terbuat dari kulit juga dengan tokoh binatang hutan. Dipentaskan untuk anak-anak kecil dan ceritanya tentang kecerdikan kancil dibanding binatang, lain.
Di antara jenis wayang yang ada, yang populer sampai sekarang adalah wayang kulit purwa. Menurut Sri Mulyono (1978:29) popularitas ini antara lain disebabkan oleh.
1. Umur. Menurut beberapa ahli, wayang purwa telah dipertunjukkan sejak abad ke-7 Masehi.
2. Perlindungan. Wayang kulit purwa selalu mendapat perlindungan dari orang-orang yang berkedudukan tinggi dalam masyarakat Jawa (misalnya raja, bupati, saudagar kaya dan sebagainya).
3. Menyenangkan. Terdapat beberapa aspek dalam pertunjukan wayang kulit purwa. Aspek tersebut mencakup aspek hiburan budaya, media, massa, pendidikan, propaganda/ media penerangan, pengejawantahan filsafat (pandangan hidup), seni rupa dan lain-lain, bahkan ada yang menganggap sebagai upacara suci (ritual).

Berkaitan dengan hal tersebut almarhum Sri Mulyono menyatakan bahwa wayang kulit adalah kesenian yang tinggi martabatnya, bahkan merupakan kesenian klassik tradisional yang adiluhung. Karena itu perlulah melestarikan wayang kulit, jangan sampai hilang dari pengetahuan generasi muda, apalagi sampai terkalahkan oleh budaya atau kesenian asing yang nilainya belum tentu lebih baik dibandingkan dengan wayang kulit.

















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wayang mempunyai arti gambar atau tiruan manusia yang terbuat dari kayu, kulit, dan sebagainya dan digunakan untuk mempertunjukkan suatu lakon (cerita). Lakon tersebut diceritakan oleh seorang dalang.
Berkaitan dengan asal usul wayang secara ringkas dapat dijelaskan bahwa yang pertama kali memiliki wayang purwa adalah Sri Jayabaya, raja Kediri pada tahun 939 M. wayang tersebut terbuat dari daun tal. Kemudian pada tahun 1223 M dikembangkan Raden Panji di Jenggala. Pada tahun 1283 M menciptakan wayang dari kertas yang disebut wayang beber. Perkembangan tersebut berjalan terus, sampai pada tahun 1541 raja Mataram II membuat wayang dengan tangan dipisah dari badan sehingga dapat digerakkan.
Kemudian untuk jenis wayang di Indonesia terutama pula Jawa, terdapat kira-kira 40 jenis yang digolongkan menurut cerita yang dibawakan, bahan baku untuk membuat ataupun cara mementaskannya. Namun lebih dari setengah jumlah tersebut sudah tidak dipentaskan lagi, bahkan beberapa diantaranya sudah punah.
Diantara wayang yang ada, yang populer sampai sekarang adalah wayang kulit purwa. Popularitas ini antara lain disebabkan oleH.
1. Wayang Purwa telah dipertunjukkan sejak abad ke-7 M.
2. Wayang kulit selalu mendapatkan perlindungan dari orang yang berkedudukan tinggi dalam masyarakat Jawa (misal raja, saudagar kaya dan sebagainya)
3. Terdapat beberapa aspek dalam pertunjukan wayang tersebut, yaitu aspek hiburan, budaya, media massa, pendidikan, filsafat, seni rupa dan lai-lain, bahkan ada yang menganggap sebagai upacara suci (ritual).


B. Saran
Dari tulisan ini penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat lebih memahami tentang wayang, khususnya wayang kulit. Penulis juga mengharapkan agar setelah membaca makalah ini, pembaca lebih mencintai dan melestarikan budaya yang adiluhung khususnya wayang kulit.


























DAFTAR PUSTAKA


Effendy, Z.H. Unsur Islam dalam Pewayangan, Bandung, PT. Al Ma’arif, 1977.

Ismunandar, K.R.M. Wayang Asal-usul dan Jenisnya, Semarang, Dahara Prize, 1985.

Mulyono Sri, Wayang, Asal-usul dan Masa Depannya, Jakarta, Gunung Agung, 1978.

WAYANG KULIT

Asal usul dan perkembangan wayang tidak tercatat secara akurat seperti sejarah. Namun orang selalu ingat dan merasakan kehadiran wayang dalam masyarakat. Wayang merupakan salah satu buah usaha akal budi bangsa Indonesia. Wayang tampil sebagai seni budaya tradisional dan merupakan puncak budaya daerah.

Sejak zaman penjajahan Belanda hingga kini banyak para cendekiawan dan budayawan berusaha meneliti dan menulis tentang wayang, diantaranya Hazeu dan Rassers. Dan pandangan dari pakar Indonesia, seperti K.P.A, Kusumadilaga, Ranggawarsita, Suroto, Sri Mulyono, dan lain-lain. Dan menurut para cendekiawan, wayang sudah ada dan berkembang sejak kuna, sekitar tahun 1500 SM.

Wayang yang dalam bentuknya sederhana ialah asli Indonesia. Wayang memiliki landasan yang kokoh. Landasan utamanya memiliki sifat ‘Hamot’ ( keterbukaan untuk menerima pengaruh dan masukan dari dalam dan luar ) , ‘Hamong’ ( kemampuan untuk menyaring unsur-unsur baru itu sesuai nilai-nilai warna yang ada , ‘Hamemangkat’

( memangkat suatu nilai menjadi nilai baru. Periodisasi perkembangan budaya wayang juga merupakan suatu hahasan yang menarik.

Bermula zaman kuna ketika nenek moyang bangsa Indonesia masih menganut animisme dan dinamisme. Paduan dari animisme dan dinamisme ini menempatkan roh nenek moyang yang dulunya berkuasa, tetap mempunyai kuasa. Mereka tetap dipuja dan dimintai pertolongan. Roh nenek moyang yang dipuja ini disebut ‘hyang atau dahyang’. Orang bisa berhubungan dengan ‘hyang atau dahyang’ ini melalui seorang medium yang disebut ‘syaman’. Ritual pemujaan nenek moyang ‘hyang’ dan ‘syaman’ inilah yang akhirnya menjadi asal mula pertunjukkan wayang. ‘hyang’ menjadi wayang dan ‘syaman’ menjadi dalang. Sedangkan ceritanya ialah petualangan dan pengalaman nenek moyang. Bahasa yang digunakan ialah bahasa Jawa asli yang masih dipakai hingga sekarang. Jadi, wayang berasal dari ritual kepercayaan nenek moyang bangsa Indonesia disekitar tahun 1500 SM.

Berjalan dengan seiringnya waktu, wayang terus berkembang samapai pada masuknya agama Hindu di Indonesia sekitar abad keenam.

Dalam pewayangan cerita, bermula dari kisah Ramayana yang terus bersambung dengan Mahabrata, dan diteruskan dengan kisah zaman kerajaan kediri. Falsafah Ramayana dan Mahabrata yang Hinduisme diolah sedemikian rupa sehingga diwarnai nilai-nilai agama Islam.

Masuknya agama Islam ke Indonesia pada abad ke-15, membawa perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan besar-besaran tersebut, tidak saja terjadi dalam bentuk dan cara pergelaran wayang, melainkan juga isi dan fungsinya. Bentuk wayang yang semula realistik proporsional seperti tertera dalam relief candi-candi, distilir menjadi bentuk imajinatif seperti sekarang ini. Selain itu, banyak sekali tambahan dan pembaharuan dalam peralatan seperti kelir atau layar, blencong atau lampu sebagai alat penerangan pada pertunjukkan wayang kulit dan juga mempunyai makna simbolik, yaitu memanfaatkan masukan serta pengaruh budaya lain baik dari dalam maupun dari luar Indonesia, debog yaitu pohon pisang untuk menancapkan wayang, dan masih banyak lagi.

Asal usul wayang Indonesia menjadi jelas dan mudah dibedakan dengan seni budaya sejenis yang berkembang di India, Cina, dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Tidak saja berbeda bentuk serta cara pementasannya, cerita Ramayana dan Mahabrata yang digunakan juga berbeda. Cerita terkenal ini sudah digubah sesuai nilai dan kondisi yang hidup dan berkembang di Indonesia. Keaslian Wayang bisa ditelusuri dari penggunaan bahasa seperti Wayang, kelir, blencong, kepyak, dalang, kotak dan lain-lain. Kesemuanya itu menggunakan bahasa Jawa asli. Berbeda dengan cempala, yaitu alat pengetuk kotak yang menggunakan bahasa sansekerta. Biasanya wayang selalu menggunakan bahasa campuran yang biasa disebut ‘basa rinengga’.

Kekuatan utama budaya Wayang ialah kandungan nilai falsafahnya. Wayang yang tumbuh dan berkembang sejak lama itu ternyata berhasil menyerap berbagai nilai-nilai keutamaan hidup dan dapat terus dilestarikan dalam pertunjukkan wayang.

Memasuki pengaruh agama Islam, kokoh sudah landasan wayang sebagai tontonan yang mengandung tuntunan, yaitu acuan moral budi luhur menuju terwujudnya ‘akhlaqul karimah’. Wayang bukan lagi sebagai tontonan bayang-bayang atau ‘shadow play’, melainkan sebagai ’wewayangane ngaurip’, yaitu bayangan hidup manusia.

Wayang juga dapat secara nyata menggambarkan konsepsi hidup ‘sangkan paraning damadi’, manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali keribaan-Nya.

banyak ditemui seni budaya semacam wayang yang terkenal dengan ‘puppet show’, namun tidak seindah dan sedalam maknanya sulit menandingi Wayang Kulit Purwa.

PUISI TIDUR

Seandainya aku punya suatu keajaiban , Hal yang pertama kulakukan adalah mengukir nama mu di semua Bintang-Bintang……Agar semua orang yang ada di bumi tahu , bahwa kamu sangat BERARTI untuk ku…..
 
Copyright© SEJEDEWE